Sunday 10 January 2021

Meraih Asa dan Prestasi di Masa Pandemi

 

Online Learning

Apa yang bisa dilakukan oleh seorang guru selain mengajar? Sebuah pertanyaan yang bisa saja mengandung rasa optimis maupun pesimis, tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Pertanyaan ini tak ayal muncul dalam pikiran saya. Tentunya bukan hal yang mengherankan karena saya sendiri adalah seorang guru.

Saya sudah mengajar sejak tahun 2001. Awal mula saya menjadi seorang guru, berawal dari saran salah seorang dosen. Saat itu adalah masa saat saya sedang berkonsultasi untuk persiapan skripsi. Beliau mengajukan pertanyaan yang kurang lebih bunyinya "Kamu tidak mau mencoba mengajar?". Pada saat itu saya hanya diam dan akhirnya menjawab dengan ragu "Belum, Bu". Sejujurnya belum terlintas di pikiran sedikitpun untuk menjadi seorang guru. Apalagi latar belakang pendidikan saya sebagai seorang sarjana sastra yang memang tidak terlalu diarahkan untuk menjadi seorang pendidik. Namun pertanyaan itu cukup menggelitik. Saya mulai terpikir, apa rasanya jadi seorang guru, apa saya bisa? Di dorong keingintahuan dan kesukaan saya terhadap tantangan, saya mulai coba-coba untuk mengajar. Dalam pikiran saya, apa salahnya dicoba. Toh, saya juga agak jenuh dengan rutinitas yang saya jalani pada masa itu. Mungkin dengan mengajar, bertemu lingkungan yang berbeda, menghadapi perilaku siswa, dan bertemu orang-orang baru di lingkungan kerja akan menambah wawasan saya.

Alhasil, saya mulai membuat lamaran kerja. Setelah melewati proses rekrutmen, singkat kata, saya berhasil diterima sebagai seorang asisten guru pada sebuah lembaga kursus bahasa Inggris di kota kelahiran saya. Saya sengaja memilih tempat kerja yang berkaitan dengan bahasa Inggris karena masih berkaitan dengan jurusan yang saya tekuni. Mulailah saya menjalani hari-hari sebagai tenaga pengajar. Mulai dari mempelajari materi yang akan dijelaskan ke siswa, bagaimana cara meng-handle siswa, bekerjasama dalam tim, dan cara menghadapi atasan.

Setahun lamanya saya bekerja disana. Setelah itu, saya mengundurkan diri karena saya memilih untuk menyelesaikan skripsi. Saya merasa agak keteteran apabila menjalani kuliah (walau sudah di semester akhir) sambil bekerja. Dalam masa setahun tersebut, saya merasakan sangat banyak manfaat, pengalaman, dan ilmu yang saya dapatkan. Setelah wisuda, saya mencoba untuk bekerja kembali sebagai guru. Saya berpikir, bidang ini sudah pernah saya jalani, tidak ada salahnya saya perdalam. Sehingga akhirnya, saya menjadi guru hingga saat ini.

Lalu setelah menjadi guru, apakah semua berjalan lancar dan baik-baik saja? Tentu tidak semudah itu. Saya merasakan bagaimana menghadapi siswa yang membantah instruksi saya, complain orangtua, curahan hati siswa berikut orangtuanya, menangani siswa cedera, target pembelajaran yang belum tercapai, gesekan dengan rekan kerja, hingga usaha lain untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari memberikan les privat. Bisa dibilang cukup berliku-liku. Dalam tenggang waktu sedemikian, semua peristiwa yang memberikan rasa suka duka tersebut, benar-benar menjadi pelajaran yang berharga.

Beberapa kali saya berpindah tempat kerja, dan tiap tempat kerja adalah gudang ilmu yang luar biasa. Mendapat kesempatan training, pelatihan, diskusi, dan lain-lain bisa disebut sebagai tambahan "harta" buat saya sebagai seorang guru. Dan yang paling anyar adalah mendapat pengalaman mengajar di masa pandemi. Kita cukup tahu bahwa pandemi COVID-19 ini memberikan kesulitan bagi banyak orang. Namun, itulah hidup. Selalu ada keseimbangan di dalamnya. Ada sulit, ada mudah. Sulit karena harus mempersiapkan diri untuk lebih menguasai teknologi, update peralihan cara mengajar dari tatap muka langsung menjadi jarak jauh, menggali ilmu baru untuk mengajar secara online, menyiapkan kuota dan gadget yang cukup mumpuni untuk diajak online. Pandemi COVID-19 yang entah kapan akan berakhir ini, membuat hal-hal yang tadinya terasa sulit, mulai jadi terbiasa. 

Saya pribadi, yang tadinya hanya berangkat pagi, mengajar, pulang ke rumah (sesekali dalam setahun ikut pelatihan dari sekolah) mulai kenal dengan klub menulis, online webinar, online training, online workshop, dan aplikasi online lainnya lebih banyak. Perkenalan yang seringkali terjadi tanpa disengaja. Bagaimana bisa disebut tidak sengaja? Karena memang berawal dari ajakan teman dan rasa iseng, penasaran. Mulanya hanya ikut webinar secara online. Lama-kelamaan, rasanya seperti candu. Candu karena semakin banyak belajar, saya jadi merasa semakin kurang ilmu. Saya sering terkagum-kagum melihat narasumber menyampaikan pikiran dan penjelasan dalam beberapa pertemuan online

Akhirnya saya aktif mencari dan mengikuti berbagai pelatihan secara online. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan dimana hanya dengan duduk dan fokus di depan laptop menyala dan didukung jaringan internet, saya bisa mendapatkan pengetahuan yang luar biasa. Sayapun menjajal berbagai webinar baik dari dalam maupun luar negeri. Webinar dari Cambridge, Oxford, British Council, dan yang lainnya saya jalani sambil terkantuk-kantuk karena pengaruh perbedaan zona waktu. Di sela-sela kesibukan waktu mengurusi siswa secara online, saat jam istirahat kerja seringkali saya gunakan untuk ikut kegiatan-kegiatan tersebut. Demikian juga saat anak dan suami sudah tidur, bahkan saat weekend atau libur sekalipun. Sekitar 1-2 jam masih saya gunakan untuk belajar dan melakukan aktivitas yang bisa meningkatkan kemampuan saya sebagai seorang guru. Kalau ditanya capek, ya sudahlah. Saya pikir, tidak ada hasil baik yang dicapai tanpa pengorbanan. Yang penting, saya tetap usahakan untuk menjaga kesehatan semaksimal mungkin. Untungnya suami dan anak juga ikut mendukung apa yang saya lakukan.

Dari berbagai kegiatan itulah, saya menemukan jalan untuk bergabung dengan klub belajar menulis bersama Om Jay, AISEI, dan PSSDM. Tidak saya sangka-sangka, bisa belajar dari para penulis profesional, dapat pelatihan tentang ilmu-ilmu terbaru yang berkaitan dengan pembelajaran untuk siswa dari para ahli. Bahkan jadi ada semangat untuk ikut kegiatan Wardah Inspiring Teacher 2020 bersama Kampus Guru Cikal dan Sekolahmu. Kegiatan ini saya ikuti sejak awal pandemi hingga bulan Desember 2020. Dan pada puncak kegiatan ini, saya berkesempatan untuk berbagi video pembelajaran buatan sendiri dengan para peserta Temu Pendidik Nusantara 7. Dan saat tulisan ini dibuat, saya sedang mencoba ikut serta dalam lomba menulis di blog yang diselenggarakan oleh AISEI.

Sedikit demi sedikit, mata dan pikiran saya mulai lebih terbuka. Ternyata dunia memang luas dan indah. Tidak terbatas hanya pada sebuah rutinitas. Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang guru selain mengajar. Menulis, membuat podcast, menjadi youtuber, menjadi pembicara pada kegiatan sharing bersama teman. Saya menyesal kenapa tidak menemukannya lebih awal. Namun saya bersyukur bahwa saya tetap bisa meraih kesempatan ini. Dan sekarang, saya sangat menikmati kebebasan menggali potensi diri dan berekspresi seluas-luasnya di luar rutinitas. Kalau boleh menggunakan istilah Stephen Covey dalam The Seven Habits of Highly Effective People, inilah saatnya saya melakukan sharpen the saw. Saya mencoba untuk "mengasah gergaji" agar tidak tumpul dan tetap produktif.

Itulah sepenggal pengalaman saya sebagai seorang guru. Dari apa yang sudah saya lewati, muncul sebuah pikiran bahwa menjadi seorang guru tidak berhenti hanya pada tahap mengajar, tapi tetap perlu banyak belajar. Harapan saya, semoga semua guru bisa meraih apa yang menjadi asanya dalam menjalani profesi sebagai seorang guru, tetap sehat dan sabar dalam menghadapi tantangan kehidupan.

No comments:

Post a Comment