Sunday 13 August 2023

Sariawan

Sudah beberapa hari ini, saya jadi rada tersiksa gara-gara dua sariawan yang satunya tumbuh di bibir bagian atas dan satu lagi di ujung lidah. Diawali sebelumnya dengan pilek dan batuk. Pilek dan batuk sembuh, lanjut dengan sariawan.

Mau makan salah, diam juga kadang nyut-nyutan, dibawa ngomong dan kesenggol gigi rasanya aduhai perih. Imbas ketidak nyamannya terasa sampai ke mata, geraham, dan pipi.

Supaya cepat sembuh, saya perbanyak makan sayur, buah, minum madu, teh hijau, air kelapa muda dan air putih. Serta banyak beristirahat pada saat weekend. Hasilnya cukup lumayan. Yang satu sudah mulai sembuh.

Hikmah yang saya dapat dari masalah sariawan ini adalah betapa nikmat sehat yang diberikan Allah, adalah berkah luar biasa yang wajib kita syukuri dan jaga. Dengan sariawan yang ukurannya sebesar biji kacang hijau saja, sudah cukup membuat kita kelabakan. Dari sini terlihat bahwa kekuatan dan kemampuan manusia ternyata tidak seberapa. Lantas, apa yang mau disombongkan sebagai manusia? 

Jadi perbanyaklah belajar dari apa yang terjadi di sekitar kita dan dari diri kita sendiri. Semoga kita bisa mengambil pelajaran yang bermanfaat.

Saturday 12 August 2023

Kecenderungan


Ketika hati nurani, akal, dan rasa kemanusiaan mulai dikalahkan oleh satu pertimbangan yang hanya didasarkan pada kebutuhan pribadi saja, maka muncullah kedzaliman dan keegoisan.

Friday 11 August 2023

Sebuah Rasa Kecewa (Yang Berusaha Untuk Disimpan)


Kemaren aku mendengar kebohongan.
Orang-orang yang berbohong dan menyebut nama Tuhan untuk menutupi kebohongannya.
Lancang sekali dia membawa-bawa nama Tuhan Yang Maha Suci dalam kepalsuan yang ia ciptakan untuk membela kepentingannya.
Entah siapa membohongi siapa,
Yang jelas, rasanya sakit sekali menjadi orang yang dibohongi.

Dan hari ini aku melihat ketamakan.
Dimakannya segalanya, bahkan yang tak patut ia makan.
Dia halalkan jalan manapun untuk mencapai keinginannya.
Mengorbankan orang yang tak seharusnya jadi korban.
Lalu bersorak-sorai gembira di atas ketamakannya itu.
Dia merasa menang dalam bayangan kesemuan.

Pernah pula aku menyaksikan ketidak acuhan.
Ketidak acuhan terhadap air mata dan penderitaan.
Dipandangnya sekilas orang yang menangis dan mengharap bantuannya itu.
Orang yang tepat berada di sampingnya,
yang bahkan tak perlu ia jangkau dengan tangan untuk meraihnya.
Dalam pikirannya, baiknya berlalu dan memalingkan muka saja.
Karena tak penting sedikitpun, dan tidak pula mendatangkan keuntungan buat dia.

Semua itu benar-benar terlihat memuakkan.
Aku marah menyaksikannya.
Tak habis pikir dan ingin mengumpat.
Tapi apa, lagi-lagi aku hanya diam.
Menjaga ucapan dan tindakanku agar tidak menyakiti orang lain.
Aku pikir, aku terlalu sibuk menimbang rasa orang.
Lalu, siapa yang akan menjaga perasaanku?